“Kakak jahat!!!”, teriak si adik, mulai menangis.
“Ibu…huhuhu…hiks!”, sambung si adik sambil berlari kearah sang ibu.
“Adik kenapa?”, tanya ibu penuh kasih.
Masalahnya adalah..........si kakak terlalu pelit untuk meminjamkan mainannya kepada si adik.
Sedang tak mau mengalah.
Tergesa sang ibu mencarikan mainan pengganti untuk menenangkan sang adik.
Hmmm…
Bahagia rasanya mendapatkan mainan yang dirasa lebih bagus daripada punya si kakak…
“Adik ga boleh nangis lagi… Kan udah dapat mainan…”, kata sang ibu sambil tersenyum, membuat si adik segera riang kembali.
Pamer nih ceritanya si adik…
“Kakak… Adik punya mainan bagus!”, teriaknya kegirangan.
“Yuk main bareng…”, kata si kakak.
Ya, sudah.
Begitulah.
Masalah selesai.
Kakak adik pun segera ceria kembali. Berbaur dalam tawa dan canda bersama, larut dalam permainan.
Sang ibu tersenyum, lega…
_________
Pembaca, demikianlah bagaimana urusan marah, keegoisan dan maaf berlaku di kalangan anak kecil.
Mereka mudah sekali melupakan dan memaafkan kesalahan sesamanya, saudaranya.
Bahkan mereka tak perlu kata maaf.
Berbeda sekali dengan kita yang sudah beranjak dewasa.
Pengalaman dan pembelajaran yang telah kita dapatkan malah mempersulit sisi ketulusan kita.
Berat sekali memaafkan seseorang.
Butuh waktu lama untuk memberi maaf.
Enggan bertemu.
Enggan menatap wajahnya.
Enggan bicara, apalagi.
Pembaca, mari sama-sama belajar…
Melupakan kesalahan, mengingat kebaikan yang pernah dilakukan untuk kita.
Buang bara-bara amarah yang masih tersisa.
Minta sang sang waktu menyembuhkan luka hati yang pernah ada.
Mari belajar membiasakan diri…
Meyakini bahwa suatu saat kita akan dikejutkan oleh kebiasaan ini.
Hidup ternyata sungguh jauh lebih indah dari biasanya… J
Semoga bermanfaat…
Tidak ada komentar:
Posting Komentar